Waktu terus berlalu tanpa henti
Seakan detik jam tak pernah terasa pergi begitu saja
Menit-menit yang berlalu,
Bagaikan hembusan angin di tengah malam
Menjelma menjadi pagi
Mentari pun tersenyum
Atau bersedih merona jingga
Sesuai suasana hati
Lima tahun sudah ini terjadi
Bukan waktu yang lama
Tapi, waktu yang amat singkat
Tanpa terasa
Dulu,
Kau dan aku bukanlah siapa-siapa
Tapi karena waktu,
Aku siapa,
Kau siapa,
Kini
Sejarah kembali terulang, katamu
Itu benar adanya
Aku terjatuh lagi ke sekian kali
Kebaikanmu menutupi kekuranganmu
Tapi amat disayang
Kau lebih memilih yang lain
Kau biarkan dirimu berjalan sendiri
Di tengah gelap gulita
Tanpa rasa peduli pada dirimu sendiri
Kau sadar, ini semua seperti mimpi
Tanpa nyali bisa kembali
Kau telah memilih
Dan, aku telah memilih
Kau lebih memilih bekerja
Tapi kau korbankan yang sesungguhnya
Kuliahmu kau buat berantakan
Dulu, aku adalah seseorang
Yang mampu mengajakmu kembali
Menatap indahnya ilmu
Dengan libido akademis
Sekarang, aku bukanlah siapa-siapa
Untukmu
Nasehatku kau sanggah
Ajakanku kau tolak
Permohonanku kau abaikan
Aku pun akhirnya lelah dibelenggu waktu
Aku ingin menatap ke depan
Melihat bulan yang bersinar elok
Menyapa mentari di tiap pagi dengan berseri
Bersama
Tapi,
Itu semua keruh
Kau lebih memilih jalanmu sendiri
Kita bukan soulmate yang kau kira
Kau selalu bilang rindu untuk bersama
Bercanda tawa denganku
Bekerja sama denganku
Tapi, apa daya
Kamu bukan dirimu yang dulu
Bukan aku yang merubahmu
Dirimulah
Kita terbiasa di jalan yang sama
Mengejar impian bersama
Kau mengatakan kau akan bersamaku
menjadi sang awan yang menemani
tapi di tengah jalan kau berputar
meninggalkan aku dengan segenap bayangan
bagai aku sebuah kacang
setelah dimakan isinya
lalu dibuang
bagai aku sebuah wewangian
wangiku hilang, kau pun menghilang
Engkau dulu begitu bersahaja
Sederhana dalam sikap
Lembut dalam kata
Manis dalam senyum
Tapi kini,
Itu semua berubah
Engkau berkata,
Aku seperti yang dulu
Tapi bagiku tidak, sama sekali
Tidak mengapa engkau memilih jalan yang lain
Bila itu baik bagimu
Namun sesekali jangan
Kau tertawakan orang yang dibelakangmu
Dengan senyum dan kata-kata dewasamu
Engkau tidak akan menjadi siapa-siapa
Tanpa mereka
Cukup kau dulu telah menyakiti
Kau memanfaatkan aku
Seperti kucing yang jinak,
Bila kau beri makanan
Aku pun tidak peduli,
Hanya senang bersamamu
Dengan tangis, kau membelaiku lagi
Setelah kau buang sendirian
Namun amat sayang,
Sebuah luka tergores perih dan dalam
Hingga kini, luka itu belum sembuh
Berdarah hingga aku terkulai layu
Hingga di penghujung waktu
Engkau dan pola pikirmu
Menganggap enteng semua persoalan
Engkau lebih mengedepankan perasaanmu sebagai perempuan
Ketimbang perasaan orang yang ada di sekitarmu
Memaafkan adalah berjiwa besar
Meminta orang lain agar meminta maaf adalah sebuah ketololan
Tidak akan ada di dalamnya ketulusan
Ingatkah dirimu?
Ketika aku separuh daya
Memberi nafasku kepadamu mengetikkan laporan Esa?
Kau sekretarisku, kenapa tidak bisa?
Kenapa tidak tahu progress apa yang telah aku lakukan
Atau kau memang tidak peduli
Hanya larut dalam belenggu
impian-impian yang ingin kau kejar dariku
Karena tahu aku punya sesuatu?
Kau pun berteriak, “aku sibuk kerja…”
Sedikit pun,
Selembar kertas pun tidak sempat kau buatkan
Menghadiri Mubes pun tidak
Luka pun tertoreh semakin dalam
Tapi, aku menyembuhkan diriku sendiri
Tanpa perlu memelas iba padamu
Karena kau tidak memiliki apa yang kubutuhkan
Tubuh ini pun demi waktu penuh luka
Kau bahkan kembalikan semua yang aku berikan untukmu
Dengan tulus yang telah aku suguhkan
Hadiah ulang tahun
Puisi yang khusus kubuatkan untukmu
Kau kembalikan
Bagai sekeranjang sampah, semuanya
Hatiku pedih
Mata ini berlinang di tengah malam
Siapakah dirimu yang begitu hina memperlakukanku
Seperti ini?
Lihatlah dirimu sekarang,
Aku siapa?
Aku tidak lebih dari sekedar tempat
Waktu untuk bersenang-senang
Melepaskan kepenatan bagimu dari pekerjaan
Dengan uangmu, kau berpikir luka itu sembuh
Malah ia semakin menganga, lebar
Tertupi oleh debu jalanan waktu
Bahkan, orang tau ku pun menjadi korban
Dengan tangis mereka memintaku menyelesaikan
Tapi, mereka tetap tersenyum di depanmu
Entah mengapa semua itu gelap
Katamu, kau tersinggung
Entah apa sebabnya,
Kau membalas ketersinggunganmu dengan sengaja,
Aku tidak sengaja
Kau pun berdalih macam-macam
Duduk di belakang motor bila marah,
Lalu, bila marah sebelumnya bagaimana?
Sikapmu benar-benar aneh
Kau banyak berkata lain
Aku hanya meminta kau menyelesaikan masalah
Kau bilang aku berjiwa kerdil
Kau bilang aku idak tahu bagaimana menghargai wanita
Bagiku
Bukan wanita namanya
Bila ia tidak tahu tata krama
Boleh mengkritik,
Tapi tidak di depan orang banyak
Kritikanmu pun tidak pantas
Tidak punya dasar
Hanya membalas ketersinggunganmu
Ketersinggunganmu mu itu membuatmu semakin kelabu
Di mataku
Dengan senyum dan pelan, kau menghujamku di depan orang banyak
Aku malu
Semetyra aku, tidak pernah berniat mengkritikmu,
Hanya ungkapan bercanda sesama teman dekat
Begitu menusuk!
Esoknya pun kau memintaku meminta maaf
Atas dasar apa?
Kau tersinggung, aku pun demikian
Aku pun mendapat malu
Aku memang pria,
tapi tidak semua pria tak berperasaan
Aku larut dalam bimbang
Tidak mungkin aku membiarkan orang tuaku terluka
Engkau tidak ada artinya, sahabat
Bila aku harus kehilangan kepercayaan orang tuaku
Mereka lebih berharga bagiku
Mereka yang telah membimbingku sedari kecil
Hanya untuk mempertahankan ini semua
Kau ingin ini tetap bertahan
Tapi apa yang telah kau lakukan padaku?
Kau sibuk dengan duniamu
Kau sibuk dengan pekerjaanmu
Seolah kau tidak punya waktu
Untuk serius membantuku
Bersama-sama menuju masa depan
Kau bangga dengan pekerjaanmu
Aku pun senang
Tapi, kau bukan siapa-siapa di mataku
Materi bagiku tidak ada artinya
Bila harus mengorbankan perasaan
Bertubi-tubi luka itu tergores
Seperti diberi cuka
Ditaburi asam
Perih, menyayat dan sembilu
Kau menuntut ini semua
Apa gunanya bagiku lagi,
Bila aku harus menderita
Dibiarkan berjalan sendiri
Berjalanlah kau di jalanmu
Lihatlah mentari di depan
Aku tidak terlalu membutukanmu
Kau bukan istriku
Bukan pacarku
Bukan saudara kandungku
Kepercayaanlah yang harus kau jaga
Buang semua kata-kata ‘sayang’-mu
Bila itu semua
Hanya kata-kata pelengkap kalbu
Waktu terus berlalu tanpa henti
Seakan detik jam tak pernah terasa pergi begitu saja
Menit-menit yang berlalu,
Bagaikan hembusan angin di tengah malam
Menjelma menjadi pagi
Mentari pun tersenyum
Atau bersedih merona jingga
Sesuai suasana hati
Lima tahun sudah ini terjadi
Bukan waktu yang lama
Tapi, waktu yang amat singkat
Tanpa terasa
Dulu,
Kau dan aku bukanlah siapa-siapa
Tapi karena waktu,
Aku siapa,
Kau siapa,
Kini
Sejarah kembali terulang, katamu
Itu benar adanya
Aku terjatuh lagi ke sekian kali
Kebaikanmu menutupi kekuranganmu
Tapi amat disayang
Kau lebih memilih yang lain
Kau biarkan dirimu berjalan sendiri
Di tengah gelap gulita
Tanpa rasa peduli pada dirimu sendiri
Kau sadar, ini semua seperti mimpi
Tanpa nyali bisa kembali
Kau telah memilih
Dan, aku telah memilih
Kau lebih memilih bekerja
Tapi kau korbankan yang sesungguhnya
Kuliahmu kau buat berantakan
Dulu, aku adalah seseorang
Yang mampu mengajakmu kembali
Menatap indahnya ilmu
Dengan libido akademis
Sekarang, aku bukanlah siapa-siapa
Untukmu
Nasehatku kau sanggah
Ajakanku kau tolak
Permohonanku kau abaikan
Aku pun akhirnya lelah dibelenggu waktu
Aku ingin menatap ke depan
Melihat bulan yang bersinar elok
Menyapa mentari di tiap pagi dengan berseri
Bersama
Tapi,
Itu semua keruh
Kau lebih memilih jalanmu sendiri
Kita bukan soulmate yang kau kira
Kau selalu bilang rindu untuk bersama
Bercanda tawa denganku
Bekerja sama denganku
Tapi, apa daya
Kamu bukan dirimu yang dulu
Bukan aku yang merubahmu
Dirimulah
Kita terbiasa di jalan yang sama
Mengejar impian bersama
Kau mengatakan kau akan bersamaku
menjadi sang awan yang menemani
tapi di tengah jalan kau berputar
meninggalkan aku dengan segenap bayangan
bagai aku sebuah kacang
setelah dimakan isinya
lalu dibuang
bagai aku sebuah wewangian
wangiku hilang, kau pun menghilang
Engkau dulu begitu bersahaja
Sederhana dalam sikap
Lembut dalam kata
Manis dalam senyum
Tapi kini,
Itu semua berubah
Engkau berkata,
Aku seperti yang dulu
Tapi bagiku tidak, sama sekali
Tidak mengapa engkau memilih jalan yang lain
Bila itu baik bagimu
Namun sesekali jangan
Kau tertawakan orang yang dibelakangmu
Dengan senyum dan kata-kata dewasamu
Engkau tidak akan menjadi siapa-siapa
Tanpa mereka
Cukup kau dulu telah menyakiti
Kau memanfaatkan aku
Seperti kucing yang jinak,
Bila kau beri makanan
Aku pun tidak peduli,
Hanya senang bersamamu
Dengan tangis, kau membelaiku lagi
Setelah kau buang sendirian
Namun amat sayang,
Sebuah luka tergores perih dan dalam
Hingga kini, luka itu belum sembuh
Berdarah hingga aku terkulai layu
Hingga di penghujung waktu
Engkau dan pola pikirmu
Menganggap enteng semua persoalan
Engkau lebih mengedepankan perasaanmu sebagai perempuan
Ketimbang perasaan orang yang ada di sekitarmu
Memaafkan adalah berjiwa besar
Meminta orang lain agar meminta maaf adalah sebuah ketololan
Tidak akan ada di dalamnya ketulusan
Ingatkah dirimu?
Ketika aku separuh daya
Memberi nafasku kepadamu mengetikkan laporan Esa?
Kau sekretarisku, kenapa tidak bisa?
Kenapa tidak tahu progress apa yang telah aku lakukan
Atau kau memang tidak peduli
Hanya larut dalam belenggu
impian-impian yang ingin kau kejar dariku
Karena tahu aku punya sesuatu?
Kau pun berteriak, “aku sibuk kerja…”
Sedikit pun,
Selembar kertas pun tidak sempat kau buatkan
Menghadiri Mubes pun tidak
Luka pun tertoreh semakin dalam
Tapi, aku menyembuhkan diriku sendiri
Tanpa perlu memelas iba padamu
Karena kau tidak memiliki apa yang kubutuhkan
Tubuh ini pun demi waktu penuh luka
Kau bahkan kembalikan semua yang aku berikan untukmu
Dengan tulus yang telah aku suguhkan
Hadiah ulang tahun
Puisi yang khusus kubuatkan untukmu
Kau kembalikan
Bagai sekeranjang sampah, semuanya
Hatiku pedih
Mata ini berlinang di tengah malam
Siapakah dirimu yang begitu hina memperlakukanku
Seperti ini?
Lihatlah dirimu sekarang,
Aku siapa?
Aku tidak lebih dari sekedar tempat
Waktu untuk bersenang-senang
Melepaskan kepenatan bagimu dari pekerjaan
Dengan uangmu, kau berpikir luka itu sembuh
Malah ia semakin menganga, lebar
Tertupi oleh debu jalanan waktu
Bahkan, orang tau ku pun menjadi korban
Dengan tangis mereka memintaku menyelesaikan
Tapi, mereka tetap tersenyum di depanmu
Entah mengapa semua itu gelap
Katamu, kau tersinggung
Entah apa sebabnya,
Kau membalas ketersinggunganmu dengan sengaja,
Aku tidak sengaja
Kau pun berdalih macam-macam
Duduk di belakang motor bila marah,
Lalu, bila marah sebelumnya bagaimana?
Sikapmu benar-benar aneh
Kau banyak berkata lain
Aku hanya meminta kau menyelesaikan masalah
Kau bilang aku berjiwa kerdil
Kau bilang aku idak tahu bagaimana menghargai wanita
Bagiku
Bukan wanita namanya
Bila ia tidak tahu tata krama
Boleh mengkritik,
Tapi tidak di depan orang banyak
Kritikanmu pun tidak pantas
Tidak punya dasar
Hanya membalas ketersinggunganmu
Ketersinggunganmu mu itu membuatmu semakin kelabu
Di mataku
Dengan senyum dan pelan, kau menghujamku di depan orang banyak
Aku malu
Semetyra aku, tidak pernah berniat mengkritikmu,
Hanya ungkapan bercanda sesama teman dekat
Begitu menusuk!
Esoknya pun kau memintaku meminta maaf
Atas dasar apa?
Kau tersinggung, aku pun demikian
Aku pun mendapat malu
Aku memang pria,
tapi tidak semua pria tak berperasaan
Aku larut dalam bimbang
Tidak mungkin aku membiarkan orang tuaku terluka
Engkau tidak ada artinya, sahabat
Bila aku harus kehilangan kepercayaan orang tuaku
Mereka lebih berharga bagiku
Mereka yang telah membimbingku sedari kecil
Hanya untuk mempertahankan ini semua
Kau ingin ini tetap bertahan
Tapi apa yang telah kau lakukan padaku?
Kau sibuk dengan duniamu
Kau sibuk dengan pekerjaanmu
Seolah kau tidak punya waktu
Untuk serius membantuku
Bersama-sama menuju masa depan
Kau bangga dengan pekerjaanmu
Aku pun senang
Tapi, kau bukan siapa-siapa di mataku
Materi bagiku tidak ada artinya
Bila harus mengorbankan perasaan
Bertubi-tubi luka itu tergores
Seperti diberi cuka
Ditaburi asam
Perih, menyayat dan sembilu
Kau menuntut ini semua
Apa gunanya bagiku lagi,
Bila aku harus menderita
Dibiarkan berjalan sendiri
Berjalanlah kau di jalanmu
Lihatlah mentari di depan
Aku tidak terlalu membutukanmu
Kau bukan istriku
Bukan pacarku
Bukan saudara kandungku
Kepercayaanlah yang harus kau jaga
Buang semua kata-kata ‘sayang’-mu
Bila itu semua
Hanya kata-kata pelengkap kalbu
Lalu hilang bersama hembusan angin lalu
==============
Padang, My House is My Kingdom, 2008
GREAT, Sir 😀
LikeLike
Thank you, Shinta. 🙂
LikeLike